HADITS DALAM PERIODE KETIGA (MASA SAHABAT KECIL DAN TABI’IN BESAR)
Masa
Berkembang Dan Meluas Periwayatan Hadits
Sesudah masa utsman dana ali timbulah usaha yang lebih
serius untuk mencari dan menghafal hadits,serta menyebarkannya kedalam
masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadits.
Sebagaimana para sahabat, para tabi’in juga cukup berhati-hati dalam
meriwayatkan hadits. Hanya saja beban mereka tidak terlalu berat jika
dibandingkan dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini, al-quran telah
dikumpulkan dalam mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka. Selain
itu, pada masa akhir periode klulafa’
ar-rasyidin. para sahabat ahli hadits telah menyebar ke beberapa wilayah
kekuasaan islam. Ini merupakan kemudahan bagi para tabi’in untuk mempelajari
hadits-hadits dari mereka.
Pada tahun 17 H tantara islam mengalahkan syiria dan
Iraq. pada tahun 20 H mengalahkan mesir. Pada tahun 21 h mengalahkan
Persia.tahun 56 h tantara islam mencapai Samarkand. Pada tahun 93 h tantara
islam menaklukan spanyol. Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu.
Karenanya kota-kota itu merupakan perguruan tempat mengajarkan al-quran dan
hadits, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’in hadits.
Hadits-hadits yang diterima para tabi’in ada yang
dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam
bentuk yang sudah berpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka
saksikan dan mereka ikuti. Kedua bentuk ini saling melemgkapi, sehingga tidak
ada satu haditspun yang tercecer atau terlupakan.
2.
Lawatan Para Sahabat Untuk Mencari Hadits
Menurut riwayat Al Bukhari, Ahmad, At Thabarany dan Al
Baihaqi, Jabir pernah pergi ke Syam, melakukan perlawatan sebulan lamanya,
menanyakan sebuah hadits yang belum pernah didengarnya.pada seorang shahaby
yang tinggal di syam, yaitu Abdullah Bin Unais Al Anshary
Hadits
yang dimaksudkan oleh jabir itu ,ialah sabda nabi SAW:
“Manusia
dikumpulkan pada hari kiamat, telanjang tidak berkain, berwarna hitam. Kami
berkata, (demikian kata sahabat) mengapa demikian.? Nabi SAW. Menjawab, “Tidak
ada sesuatu beserta mereka. Mereka diseru oleh suatu seruan yang didengar oleh
orang yang jauh sebagaimana yang didengar oleh orang-orang yang dekat. Seruan
itu ialah: “Aku raja, Aku Tuhan yang akan memberi pembalasan. Tidak sepatutnya
bagi seseorang dari ahli neraka akan masuk neraka, sedang ada padanya hak
seseorang yang dianiaya sehingga Aku tuntut penganiayaan itu daripadanya. Dan
tidak sepatutnya bagi seorang ahli surga akan masuk ke surga padahal ada
seorang ahli neraka yang menuntut haknya yang dianiaya olehnya, sehingga Aku
tuntut bela terhadapnya, walau sebuah tamparan.” Kami berkata, “Bagaimana kami
datang kepada Allah dalam keadaan telanjang tidak berpakaian dan berwarna hitam.?
Nabi menjawab: “Karena kebajikan dan kejahatan.”
Dan
Abul Ayub al anshari pernah pergi ke mesir untuk menemui Uqbah Ibnu Amr untuk
menanyakan sebuah hadits kepadanya:
“Barang siapa menutupi
seseorang Muslim di dalam dunia terhadap kesukaran yang menimpa Muslim itu,
niscaya Allah menutupinya di hari kiamat.”
Dengan masuknya hadits pada fase ini, mulailah dia
disebarkan dan mulailah perhatian diberikan terhadapnya dengan sempurna. Memang
mulailah diberikan perhatian yang sempurna kepada para sahabat oleh para
tabi’in..para tabi,in berusaha menjumpai para sahabat ke tempat-tempat yang
jauh dan memindahkan hafalan mereka sebelum mereka berpulang ke rafiqul ‘ala.
Kunjungan seorang sahabat ke sebuah kota, sungguh menarik perhatian para
tabi’in. ketika mereka mengetahui kedatangan seorang sahaby, mereka akan
berhimpun di sekitarnya untuk menerima hadits yang ada pada shahaby itu
Dalam fase ini terkenalah beberapa orang dengan julukan
bendaharawan hadits, yakni orang orang yang meriwayatkan lebih dari 1000
hadits.mereka memperoleh riwayat-riwayat itu karena:
a. Yang
paling awal masuk islam, seperti: khulfa’ rasyidin dan Abdullah ibn mas’ud
b. Terus
menerus mendampingi nabi dan kuat hafalan, seperti: abu Hurairah
c. Menerima
riwayat dari setengah sahabat selain mendengarnya dari nabi dan umurnya pun
panjang, seperti: annas ibn malik,meskipun beliau masuk islam sesudah nabi
menetap di Madinah
d. Lama
menyertai nabi dan mengetahui keadaan-keadaan nabi Karena bergaul rapat dengan
nabi, seperti: istri-istri beliau, ‘aisyah dan ummu salamah
e. Berusaha
mencatatkannya ,seperti: Abdullah ibn amr ibn ‘ash
Dengan perkembangan kekuasaan islam yang begitu luas,
yang tidak ada kekuasaan dinasti sepanjang sejarah manusia seluas seperti itu,
maka tidak dapat dielakan bahwa para ulama harus disebar juga ke daerah-daerah
itu. Alasanya, daerah yang disitu dipegang orang islam, terhadap penduduknya
harus disediakan ulama untuk mempelajari ajaran agama islam, tidak terkecuali,
ulama hadits. Maka benar bahwa dalam perkembangan selanjutnya terdapat
kota-kota sebagai pusat pengajaran hadits. Sesuai dengan tersebarnya para
sahabat di wilayah-wilayah kekuasaan islam, maka tercatat beberapa kota sebagai
pusat pembinaan dalm periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para tabi’in
dalam mencari hadits, dan pada gilirannya menjadi kegiatan para tabi’in dalam
meriwayatkan hadits-hadits tersebut kepada muridnya. Kota-kota tersebut ialah
1. Madinah
al-munawwarah,
Madinah
dikenal juga dengan dar al-hijrah, sebuah tempat dimana nabi hijrah untuk
selanjutnya menetap disana. Sebagai ibukota islam dimasa nabi dan khulafa
ar-rasyidin,maka kota ini menjadi pusat hadits. Bahkan, pemikikiran fiqhnya pun
dikenal sebagai pemikiran fiqh ahli hadits. Diantara sahabat yang mempunyai
nama besar dibidang hadits adalah khalifah empat, Abu Hurairah, ‘Aisyah Ummul
Mukminin, Abdullah Ibn Umar, Abu Said Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit dan lain-lain.
Dikota ini muncul
generasi tabiin seperti Said Ibn Al-Musayyib, Urwah Ibn Az-Zubair, Ibn Syihab
Az-Zuhri, Ubaidillah Ibn Utbah Ibn Mas’ud, Salim Ibn Abdullah Ibn Umar, Muhammad
Al-Munkadir Dan Lain-Lain
2. Makkah
Al-Mukarramah
Setelah
menaklukkan kota mekkah, rasulullah SAW menempatkan mu’az bin jabal disana.
Sampai disebutkan, mua’dz bin jabal adalah orang paling mengerti apa yang
dihalalkan dana pa yang di haramkan ole hallah SWT. Ada sesame sahabat yang
mengambil hadits dari mu,adz, misalnya Abdullah ibn abbas ketika kembali dari
bashrah menuju mekkah
Tabiin yang tinggal di
Makkah antara lain ‘Atha’ Ibn Abi Rabah, Mujahid Ibn Jabr, Thawus Ibn Kisan,
‘Ikrimah dan lain-lain
3. Kuffah
Banyak
sahabat nabi yang dating ke kuffah, utamanya dimasa pemerintahan umar ibn
khattab, ketika menaklukan Iraq. Kota kufah dan bashrah selanjutnya menjadi
pintu gerbang perluasan islam ke khurasan, Persia dan india. Diantara sahabat nabi
yang pindah ke kufah adalah Ali Ibn Abu Thalib, Sa’d Ibn Abi Waqash, Sa’id Ibn
Zaid Ibn Amr Ibn Nufail. Abdullah Ibn Mas’ud.
Tidak
kurang dari 60 orang tabi’in besar menjadi sahabat ibn mas’ud. Tabiin yang
tinggal disana antara lain Amir Ibn Syurahbil Al-Syalbi, Sa’id Ibn Jabir
Al-Asasi, Ibrahim An-Naka’i, Abu Ishaq As-Sabi’i, Abdul Malik Ibn Umar, dan
lain-lain
4. Bashrah
Sahabat
nabi yang melawat dan tinggal di bashrah antara lain anas ibn malik, seorang
imam hadits disana, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah Ibn Abbas, Utbah Ibn Ghaswan,
Imran Ibn Husain, Abu Barzah Al-Aslami, Ma’qal Ibn Yassar, Abdurrahman Ibn
Samurah, dan lain-lain
Tabi’in
hasil didikan para sahabat disana antara lain Hassan Al-Bishri, Muhammad Ibn
Sirrin, Ayyub Al-Sakhtiyani, Yunus Ibn Ubaid, Abdullah Ibn ‘Aun, Ashin Ibn
Sulaiman Al-Akhwal, dan lain-lain.
5. Mesir
Umat
islam masuk mesir pada zaman pemerintahan umar ibn al-khattab, dengan pimpinan
amru ibn al-ash. Beliau diiringi oleh jumlah sahabat dalam jumlah yang besar,
sahabat nabi yang meriwayatkan hadits antara lain Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash,
Uqbah Ibn Amir Al-Juhanni, Kharijah Ibn Hadzafah, Abdullah Ibn Sa’ad Ibn Abi
Sarah, Abdullah Ibn Al Haritz Ibn Juz, Abu Bashrah Al-Ghifari, dan lain-lain
Tabi’in
hasil didikan mereka antara lain, Yazid Ibn Abi Habib, Umar Ibn Al-Harits,
Khair Ibn Ibn Nu’aim, Al-Khadhrami, Abdullah Ibn Sulaiman At-Thawil, Abdullah Ibn
Syuraih Al-Ghafiqi,dan lain-lain.
6. Syam
Syam
adalah wilayah kekuasaan mu’awiyah ketika ia menjabat gubernur disana.
Sehingga, ibukota pemerintahannya ketika ia menjadi kepala negara pun disana.
Maka tidak mengherankan kalau disana terdapat banyak sahabat. Sahabat nabi yang
akhirnya jadi penduduk syam antara lain Abu Ubaidah Ibn Al-Jarah, Billal Ibn
Rabah, Syurahbil Ibn Hasanah, Khalid Ibn Al-Walid, Iyadh Ibn Ghanam, Al-Fadhl
Ibn Al-Abbas Ibn Abdil Mutthallib, dan lain-lain
Tabi’in
yang meriwayatkan haditsdari para sahabat tersebu antara lain, Salim Ibn
Abdillah Al-Maharibi, Abu Idris Al-Khaulani, Abu Sulaiman Al-Darani, dan lain-lain.
7.
Andalus
Meluasnya wilayah binaan
hadis sampai pulalah kewilayah Andalus. Keberadaan para sahabat membuat orang
semakin semangat untuk mencari lagi akan kebenaran hadis. Orang tidak kenal
lelah walaupun jauh wilayah yang akan ditujunya demi mencari ilmu hadis diwilayah
ini ditemui pula beberapa orang sahabat diantaranya: Mas’ud ibn Al-Aswad
Al-Balwi, Bilal ibn Harisim, Aslima Al-Muzami, Salamah ibn Al-Akwa dan Walid
ibn ‘Uqbah ibn Abi Muid. Sahabat-sahabat ini pun tidak luput dari carian para
Tabi’in, mereka para Tabi’in berlomba pergi menjadikan hari-harinya bahkan
berbulan-bulan untuk mendapatkan pembinaan hadis.
Diantara Tabi’in yang pergi
keAndalus adalah:Ziyad ibn An’am Al-Mu’afil, Abdurrahman ibn Ziyad, Yazid ibn
Abi Mansur, Al-Mughirah ibn Abi Burdah, Rifa’af ibn Rafi’ dan Muslim ibn
Yasar. Perjuangan para Tabi’in untuk menemui para Sahabat cukup berat
terutama pisiknya sangat teruji untuk bisa jalan kaki sebagiannya ada yang
menggunakan kapal laut.
8. Yaman
Sahabat itu juga ada juga
yang pergi ke daerah Yaman untuk pembinaan hadis juga yang membuat para Tabi’in
mencari para Sahabat yang dietemui mereka di Yaman itu adalah: Mu’azd ibn
Jabal, dan Abu Musa Al-Asy’ary kedua orang sahabat ini telah dikirim kedaerah
ini sejak masa Rasul Shallallhu Alaihi wa Sallam masih hidup. Begitu
lamanya dua sahabat ini di Yaman tapi para Tabi’in tetap
bersemangat untuk menemui Sahabat demi mendapatkan hadis.
Maka para Tabi’in yang pergi keYaman itu
adalah: Hammam ibn Munabah dan Wahab ibn Munabah, Tha’wus dan Wahab ibn Munabah
dan Tha’awus dan Ma’mar ibn Rasyid. Dikurasan masih ada juga para Sahabat yang
menjadi tempat para Tabi’n untuk menggali ilmu hadis diantaranya adalah:
Muhannad ibn Ziyad Muhammad Ibn Al- Anshari, dan yaha ibnu sabih Al-
Mugri.
Tabi’in yang meriwayatkan hadits dari para sahabat
tersebut antara lain, salim ibn abdillah al-maharibi, abu idris al-khaulani,
abu sulaiman al-darani, dan lain-lain. Dan masih ada beberapa kota pusat
penyiaran hadits yang tidak sempat disebut seluruhnya disini. Dari sejumlah
sahabat Pembina hadits pada kota-kota tersabut, ada beberapa orang yang
meriwayatkan hadits cukup banyak antara lain:
a.
Abu Hurairah
Beliau ini seorang yang
banyak sekali menghafal hadits dari nabi dan bersungguh sungguh berusaha
mengembangkannya di kalangan ummat. Sesudah umar r.a wafat. Karena itu abu
Hurairah menjadi perawi shahaby yang paling banyak meriwayatkan hadits
b. ‘Aisyah,
Istri Rasul
c. Anas
Bin Malik
d. Abdullah
Ibn Abbas
e. Abdullah
Ibn Umar
f.
Jabir Ibn Abdillah
g. Abu
Sa’id Al Khurdy
h. Ibnu
Mas’ud
i.
Abdullah Ibn Amr Ibn ,Ash
Abdullah ibn abbas bersungguh-sungguh
dalam menanyakan hadits kepada para shahabat, lalu mengembangkannya. Dikala
pemalsuan hadits mulai tumbuh, mulailah ibnu abbas menyedikitkan riwayatnya. Dan
Abdullah ibn amr ibn ash meriwayatkan hadits dari buku catatan yang dinamai ash
shadiqah.
Pada masa itu juga , ada juga para
shahabat yang menyedikitkan riwayat yaitu az-zubair, zaid ibn arqam, Imran ibn
husain. Az-zubair menyedikitkan riwayat karenaa takut terjerumus kedalam
kedustaan, sebagaimana diterangkan al bukhary dalam kitab al-‘ilmi. Zaid ibn
arqam tidak berani lagi meriwayatkan hadits sesudah usianya mulai tua, takut
Karena banyak yang dilupakan, seperti yang diterangkan ibnu majah. Para tabi’in
mengambil hadits dari shahabat tanpa ragu-ragu , dan para shahabat mengambil
hadits dari sesama shahabat
3.
Para
penulis hadits dikalangan tabi’in
Pada awalnya hadis itu
tidaklah boleh dibukukan oleh Rasululllah Shallallahu Alahi wa Sallam. Setelah
masa para sahabat Radhiyallahu Anhum berlalu, kemudian datanglah generasi
selanjutnya yaitu generasi Tabi’in. Mereka menimba ilmu dari para sahabat,
Semoga Allah merahmati ilmu mereka. Para Tabi’in bermu’amalah dengan para
sahabat dan berusaha mengetahui segala sesuatu dari mereka, mengambil banyak hadis
Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam melewati mereka dan mereka jhuga
mengetahui as-Sunnah asy-Syarifah, maka tabiatnya akan sama antara pendapat
para Tabi’in dengan pendapat para Sahabat mengenai hukum pembukaan hadis;
karena sebab-sebab yang menjadi alasan Khulafa Ar-Rasyidin dan para Sahabat
atas ketidak sukaannya pada penulisan hadis sama halnya kebencian para Tabi’in.
Oleh karena itu, semuanya memiliki yang sama, dan membenci penulisan selama
sebab-sebab dibencinya hal itu masih ada, kemudian mereka menghimpun
hadis-hadis itu dalam bentuk tulisan serta membolehkannya ketika alasan-alasan
yang menjadi sebab-sebab dibencinya penulisan telah hilang. Bahkan mayoritas
mereka menekankan pada pembukuan hadis dan motivasi tersebut.
Sebagaimana para sahabat, dikalangan tabi’in, baik
tabi’in besar maupun tabi’in kecil, juga melakukan dua hal, yaitu menghafal dan
menulis hadits. Banyak riwayat yang menunjukan betapa mereka memerhatikan kedua
hal ini
Tentang menghafal hadits, para ulama tabi,in seperti ibn abi Laila, abu Aliyah, ibn syihab
az-zuhri, dan urwah bin az-zubair. Menekankan pentingnya menghafal hadits
secara terus menerus. Kata az-zuhri, sebagaimana dikatakan al-auzai, “hilangnya
ilmu itu Karena lupa dan tidak mau mengingat atau menghafal”. Kata alkamah,
sebagaimana dikatakan Ibrahim, bahw dengan menghafal hadits hadits akan
terpelihara. Tentang menulis hadits, disamping melakukan hafalan secara
teratur, diantara mereka juga menulis sebagian hadits-hadits yang diterimanya.
Selain itu, mereka juga memiliki surat atau catatan yang mereka terima langsung
dari para sahabat sebagai gurunya. Sedangkan diantara tabi’in muda yang
memiliki catatan dan menuliskannya , ialah, Ibrahim Bi Abdullah, Ismail Bin Abi
Khalid Al-Ahmasi, Ayyub Bin Abi Tamimah As-Sakhtyani, Bakir Bin Sulaiman
At-Tamimi, Hammad Bin Abi Sulaiman, Zaid Bin Rafi’, Nafi, Yazid.
4.
Perpecahan
politik dan pemalsuan hadits
Peristiwa yang cukup mengkhawatirkan dalam sejarah
perjalanan hadits ialah terjadinya pemalsuan hadits, yang salah satu penyebabnya
ialah terjadinya perpecahan politik dalam pemerintahan. Dipandang
mengkhawatirkan Karena merupakan tindakan yang mencemarkan dan menodai
kemurnian hadits dari dalam, dan ini oleh para pengingkar dan orientalis ,
dijadikan salah satu alasan kuat untuk melemahkan kedudukan hadits
Perpecahan politik itu sebenarnya terjadi sejak zaman
para sahabat, setelah terjadinya perang jaman dan perang shiffin, yaitu
kekuasaan dipegang oleh li bin abi thalib. Akan tetapi, akibatnya cukup panjang
dan berlarut-larut, dengan pecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok, yaitu
khawarij, syi’ah, mu,awiyah, dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam
ketiga kelompok tersebut. Terpecahnya umat islam kepada golongan-golongan
tersebut, didorong keperluan dan kepentingan golongan, mereka mendatangkan
keterangan hujjah untuk mendukung. Maka bertindaklah mereka membuat
hadits-hadits palsu dan menyebarkanya ke dalam masyarakat
Mulai saat itu terdapatlah diantara riwayat-riwayat
yang shahih dan riwayat-riwayat yang palsu. Dan kian hari kian bertambah
banyaknya dan beraneka rupa pula. Mula-mula mereka memalsukan hadits mengenai
pribadi-pribadi orang yang mereka agung-agungkan, dan yang mula-mula melakukan
pekerjaan sesat ini ialah golongan syi’ah sebagai yang telah diakui sendiri
oleh ibn abil Hadid, seorang ulama syiah dalam kitabnya nahyul balaghah,
“ketahuilah bahwa asal mula timbul hadits yang menerangkan keutamaan
pribadi-pribadi adalah dari golongan syi’ah sendiri”
Perbuatan mereka ini ditandingi oleh golongan Sunnah
(jumhur) yang bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits untuk mengimbangi
hadits-hadits yang dibuat oleh golongan syi’ah itu.maka dengan keterangan
ringkas ini nyatalah bahwa kota yang mula-mula mengembangkan hadits palsu
(maudlu’) ialah bagdad
Ada saja tingkah orang islam agar dapat simpati
penguasa. Ada yang mencoba membuat hadits palsu. Disebarkan bahwa bumi syam
adalah bumi pilihan allah, pembelanya (dinasti umayah disana) mendapat pujian
dan balasan pahala yang terhingga dari Allah SWT, dan sebagainya. Begitu juga
ketika kekuasaan politik berpindah di tangan dinasti Abbasyiah, pendukung
dinasti ini ada yang menyebarkan informasi yang disebut hadits nabi bahwa
pemerintahan yang baik adalah ketika kelak dipegang oleh keturunan paman nabi,
Abbas. Kaum syi’ah yang ingin mendapatkan simpati dari dunia islam tidak mau
ketinggalan, menciptakan hadits yang mengistimewakan Ali rad an keturunanya,
bahkan mereka menyebutkan bahwa yang paling berhak menjadi khalifah sesudah
Rasulullah SAW adalah Ali ra dan keturunanya
Kalau kita mengamati masa pembukuan hadits sehingga
lahirnya kitab hadits tertua yang kita dapati, (al-muwattha’) dimana imam
malik, penulisnya sempat menyaksikan akhir masa bani umayyah dan awal bani
abbasyiah , maka kita dapat mengerti bahwa ketika itu bahwa pembuatan hadits
palsu masih cukup gencar
Dari persoalan politik tersebut, langsung atau tidak
langsung, cukup memberikan pengaruh, positif maupun negative terhadap
perkembangan hadits berikutnya. Pengaruh yang langsung ialah munculnya
hadits-hadits palsu (maudlu’) untuk mendukung kepentingan masing-masing
kelompok untuk menjatuhkan lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif
adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau
tadwin hadits, sebagai upaya penyelamatan dari kemusnahan dan pemalsuan, yang
muncul sebagai akibat dari perpecahan politik tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Hasbi
Ash-Shiddiqeqy, Muhammad. 1999. Sejarah
Dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Ilahi,
Afdhal. 2014. Hadits Masa Tabi’in.
http://www.afdhalilahi.com/2014/11/hadis-masa-tabiin.html ( Diakses Tanggal
7 februari 2017)
Nuruddin.
1994. Ulum Al-Hadits 1. Bandung: Dar
Al-Fikr Damaskus
Sahrani,
Sohari. 2010. Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Zuhri.Muhammad.
1997. Hadits Nabi Telaah Historis Dan
Metodologis. Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya
Comments
Post a Comment