Penjelasan Tentang Aliran Jahmiyyah Dan Aliran Murji'ah

1.  ALIRAN JAHMIYYAH

Jahmiyyah adalah sebuah firqah/sekte ahli Kalam yang menisbatkan diri kepada Islam, memiliki ideologi dan pemikiran aqidah tersendiri, yang menyelisihi aqidah orang-orang yang menapaki jalan para as-Salaf ash-Shalih, terutama yang berkait nama-nama dan sifat-sifat Rabb Yang Maha Mulia.
Jahmiyyah berasal dari nama pendirinya, yaitu al-Jahm bin Shafwan at-Tirmidzi, berasal dari Khurasan dan muncul pada abad kedua Hijri. Ia adalah seorang penganut aqidah Jabariyah, orang yang pertama mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk dan menolak sifat-sifat Allah Ta’ala.
Al-Jahm dikenal sebagai orang yang suka dan banyak berdebat. Hanya saja, ia tidak memiliki pemahaman tentang ilmu hadits dan bukan pula orang yang memiliki perhatian kepada ilmu tersebut dikarenakan kesukaan dan kesibukannya terhadap ilmu Kalam. Karenanya, para ulama Salaf sangat membencinya dan mencampakkan pemikiran-pemikirannya walaupun di sisi lain, ia diakui sebagai orang yang secara lahir suka memperjuangkan al-haq dan menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.Al-Jahm dibunuh oleh seorang penguasa Bani Umayyah disebabkan oleh aqidahnya yang sesat pada tahun 130 H. Pendapat yang lain mengatakan: tahun 132 H.
        1.1 . BERKEMBANGNYA PEMIKIRAN JAHMIYAH
Pemikiran al-Jahm bin Shafwan tegak diatas bid’ah ahli Kalam dan berbagai pemikiran yang menyimpang dari Aqidah Salafiyyah dengan pengaruh yang sangat kuat dari berbagai macam ideologi sesat yang ada pada masa itu.
Awal kemunculannya adalah di negeri Tirmidz tempat kelahiran al-Jahm dan kemudian tersebar ke seluruh Khurasan. Pemikiran ini terus berkembang dan tersebar hingga kalangan orang-orang awam dan bahkan tokoh-tokoh besar yang membela pemikiran tersebut, dan ditulislah kitab-kitab untuk tujuan itu. Pemikiran ini bahkan merasuk ke banyak orang dengan berbagai tingkatannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan tingkatan-tingkatan Jahmiyah dan sejauh mana pengaruhnya terhadap manusia. Beliau membaginya kepada tiga tingkatan:
  1. Jahmiyah ekstrim yang menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah. Jika disebutkan salah satu dari al-Asma’ al-Husna, maka mereka akan mengatakan bahwa itu adalah majaz (kiasan)
  2. Tingkatan kedua dari Jahmiyah adalah penganut ajaran Mu’tazilah dan yang semisalnya. Mereka menerima dan mengakui nama-nama Allah secara umum, tapi menolak sifat-sifatNya
  3. Tingkatan ketiga adalah sekelompok orang yang menetapkan sifat-sifat Allah dan menyelisihi Jahmiyah, tetapi dalam diri mereka terdapat sesuatu dari pemikiran Jahmiyah tersebut. Merekalah kelompok yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah secara global, namun masih menolak beberapa nama dan sifat serta menta’wilnya (menafsirkannya kepada yang bukan maknanya).
          1.2   AQIDAH JAHMIYAH
Sekte Jahmiyah memiliki pemikiran dan pandangan aqidah yang sangat banyak dan butuh kepada pembahasan yang khusus dan mendetail. Namun, dalam tulisan singkat ini, kami sebutkan beberapa hal penting yang diimani oleh para penganut paham sesat ini;
  1. Mazhab mereka dalam tauhid, yaitu mengingkari seluruh nama-nama Allah dan sifat-sifatNya serta menganggap nama-nama sebagai majaz
  2. Mereka mengimani aqidah jabr dan irja’ 
  3. Mengingkari sebagian besar perkara yang berkait dengan Hari Akhir, seperti shirat (jembatan diatas Jahannam), mizan(timbangan), melihat Allah pada Hari Kiamat nanti, azab kubur dan juga pendapat mereka bahwa Surga dan Neraka tidak kekal
  4. Iman mereka bahwa Allah tidak berbicara dengan pembicaraan yang layak bagi KeagunganNya dan bercabang darinya keyakinan mereka bahwa al-Quran adalah makhluk
  5. Iman menurut mereka adalah ma’rifah (mengenal) Allah
  6. Mereka menolak arah ketinggian dalam sifat-sifat Allah, dan
  7. Ucapan mereka bahwa Allah dekat kepada para hamba dengan Dzat-Nya, dan bahwa Dia bersatu dengan setiap makhlukNya. Keyakinan inilah yang menjadi pondasi dasar bagi penganut mazhab ittihadiyah dan hululiyah  dalam menegakkan keyakinan sesatnya
Demikianlah sekilas apa yang bisa kami jelaskan tentang mazhab Jahmiyah. Mungkin akan muncul pertanyaan; apakah pemikiran seperti ini ada di zaman sekarang?
Pemikiran-pemikiran Jahmiyah masih ada dan hidup di zaman kita ini, dan senantiasa pertarungan antara pengikut al-haq dan pengikut kebatilan akan terus berlanjut, walaupun pada sebagian masa, nama-nama itu akan berubah, terutama ketika muncul generasi baru yang berusaha menghidupkan pemikiran sesat Jahmiyah dengan mengatas namakan pembaharuan dan kebebasan.
Diantara contoh pemikiran Jahmiyah yang masih ada dan terus diperjuangkan sebagian kalangan “cendekiawan muslim”; keyakinan bahwa ma’rifah (mengenal) wujud Allah telah mencukupi dari banyak beramal shalih, atau keyakinan bahwa Surga dan Neraka belum ada untuk saat ini, atau dakwaan mereka bahwa Allah tidak disifatkan dengan sifat-sifat tertentu, atau keyakinan bahwa Allah ada tanpa arah dan lain sebagainya yang diimani dan diyakini oleh sebagian orang pada zaman ini, yang dahulu merupakan pemikiran dan ajaran sesat sekte yang disebut Jahmiyah. Semoga Allah melindungi kita dan umat ini dari kesesatan.
       2.   ALIRAN MURJI’AH


     Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijriah.[1] Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan iman dari pada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat.

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.
     Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah.

     Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak.

     Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.

     Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As-Samman, dan Tsauban Dliror bin 'Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah.[7]


         2.1    AJARAN POKOK ALIRAN MURJI’AH


1.      Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasan hal ini seseorang tetep dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melekukan dosa besar.



“kebanyakan aliran Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan dengan hati saja, atau dengan kata lain iman ialah makrifat kepada Allah SWT. Dengan hati, bukan pengertian lahir. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya dia menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan seperti shalat, puasa, dan sebagainya, itu bukan bagian dari pada iman.”



2.      Dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atau gangguan atas seseorang. Untuk mendatangkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.



Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, Yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang, perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain, selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang. Walaupun perbuatan-perbuatan yang dilakukan melanggar syariat Islam, tetapi kalau hatinya iman, aliran tersebut masih mengatakan orang itu mukmin.



Adapun mengenai orang yang lalai dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, atau dia melakukan dosa-dosa besar, maka sebagian dari tokoh-tokoh Murji’ah berpendapat: tiadalah mungkin menentukan hokum bagi orang itu di dunia ini. Hal itu haruslah ditangguhkan (diserahkan saja) kepada Tuhan untuk menentukannya di hari kiamat. Dari sini timbulnya istilah ”Murji’ah”, yaitu berasal dari kata “irja’” yang berarti “menangguhkan”.



I’tiqad murji’ah
a.       Sudah mengetahui dalam hati atas wujudnya tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-rasulNya maka menjadi otomatis mukmin, walaupun mengucapkan dengan lidah hal-hal yang mengkafirkan, seperti menghina nabi, menghina al-qur’an dan lain sebagainya.



b.      Golongan murji’ah juga mengatakan, bahwa orang mukmin yang percaya dalam hati adanya Tuhan dan percaya pada rasul-rasul maka ia adalah mukmin  walaupun dia mengerjakan segala macam dosa besar ataupun dosa kecil. Dosa bagi kaum murji’ah tidak apa-apa kalau sudah ada iman dalam hati, sebagai keadaannya perbuatan baik tak ada gunanya kalau sudah ada kekafiran didalam hati.



c.       Orang yang telah beriman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi murji’ah orang ini masih mukmin.



d.      I’tiqad menangguhkan dari kaum murji’ah, yaitu menangguhkan orang yang bersalah sampai kemuka tuhan sampai hari kiamat, hal ini ditentang oleh kaum ahlussunnah wal jama’ah karena setiap orang yang salah harus dihukum didunia ini.



e.       Kalau kita ikuti faham golongan murji’ah ini maka ayat-ayat hukum seperti menghukum pencuri dengan memotong tangan, menghukum rajam orang yang berzina, menghukum bayar kafart dan lain-lain yang banyak tersebut dalam Qur’an tidak ada gunanya lagi karena sekalian kesalahan akan ditangguhkan sampai ke muka Tuhan saja.



         2.2      SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI’AH



Kemunculan sekte-sekte aliran Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para  pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya- antara lain- adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang dimaksud adalah washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:



a.       Murji’ah Khawarij, mereka adalah Syabibiyyah (pengikut Muhammad bin Syabib) dan sebagian kelompok Shafariyyah yang tidak mempermasalahkan pelaku dosa besar.



b.      Murji’ah Qadariyah, mereka adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad Damsyiki sebutan mereka Al Ghilaniah



c.       Murji’ah Jabariyah, mereka adalah Jahmiyyah (para pengikut Jahm bin Shafwan), Mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati saja. Dan menurut mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasanya ikrar dengan lisan dan amal bukan dari iman.



d.      Murji’ah Murni, mereka adalah kelompok yang oleh para ulama diperselisihkan jumlahnya.



e.       Murji’ah Sunni, mereka adalah para pengikut Hanafi, termasuk di dalamnya adalah Abu Hanifah dan gurunya Hammad bin Abi Sulaiman juga orang-orang yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ah Kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat ima                                     

       

     DAFTAR PUSTAKA



Nasution, Harun, Teologi Islam, Universitas Indonesia,  Jakarta: 1972.


Rozak, Abdul, Prof. Dr, dan. Anwar, Rosihon, Prof. Dr., Ilmu kalam, Pustaka setia, Bandung: 2001.



Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.



Rahim, Husni, Dr.H.,Sejarah Kebudayaan Islam,Departemen Agama RI,Jakarta:1999.
 Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.162.
Cyril Glasse. The Concise Encyclopedia Of Islam. Staccny International, London, 1989.hlm,288-9:Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam,1990.hlm.633-6:Ahmad Amin, Fajrul Islam. Jilid I. Islam. Ej Srill,Leiden, 1961,hlm.412.



W.Montgomery Watt. Islamic Philosophy and Theology:An Extended Survey.At Univ,Press, Eidenburgh, 1987.hlm 23.Departemen Agama RI.op.cit. hlm 633.
Gibb and J.H. Krammers.loc.cit.



[5] Watt.op.cit.hlm.21.



[6] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001)hlm. 56.



[7] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.152.



[8] Amin,Dluha,Juz III, hlm.316.



[9] Dr.Abdul rozak, M.Ag, dan Dr Rosihon, M.Ag., ilmu kalam. Pastaka setia. Bandung.2001.



[10] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.15



[11] Watt,Early Islam, hlm.181.



[12] Ibid,hlm.23.

Comments