PENGGUNAAN MOBIL BARANG YANG MENGANGKUT ORANG DALAM PRESPEKTIF UU NOMOR 22 TAHUN 2009 YANG BERKAITAN TENTANG ANGKUTAN MOBIL BAK TERBUKA DI KABUPATEN JOMBANG

PENGGUNAAN MOBIL BARANG YANG MENGANGKUT ORANG DALAM PRESPEKTIF UU NOMOR 22 TAHUN 2009 YANG BERKAITAN  TENTANG ANGKUTAN MOBIL BAK TERBUKA DI KABUPATEN JOMBANG

Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Miftah Sholehuddin, M.HI







DISUSUN OLEH:
USMAN AL KHOFY (16230067)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AJARAN 2017/2018



ABSTRAK
Di Kabupaten Jombang terdapat penggunaan mobil barang sebagai angkutan orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendukung atas penggunaan mobil barang sebagai angkutan orang di Kabupaten Jombang dan untuk mengetahui penggunaan mobil barang dikaitkan dengan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ serta penanggulangan atas pelanggaran UU Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis sosiologis. Informan dalam penelitian ini adalah pengguna mobil barang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi non partisipan. Pengolahan data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa penggunaan mobil barang sebagai angkutan orang di Kabupaten Jombang didukung oleh faktor kemasyarakatan. Dengan upaya mengetahui, memahami, serta mentaati hukum.
A.  Latar Belakang
Pada hakikatnya, manusia berhak menggunakan jalan termasuk juga sarana dan prasarana lalu lintas umum yang telah tersedia. Dengan menggunakan jalan sebagaimana mestinya masyarakat pengguna jalan juga harus mematuhi dan menjaga ketertiban berlalu lintas yang sudah ditetapkan, sehingga tidak mengganggu penggguna jalan yang lainnya. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang selanjutnya disebut UUD 1945 pasal 28J ayat (1) yang berisikan “setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[1] Manusia yang hidup dalam lingkup bermasyarakat memiliki hak untuk menghormati hak asasi orang lain, misalanya dalam hal berlalu linta. Seperti pada saat ini setiap orang mempunyai pilihan untuk memilih alat transportasi yang ada, bahkan saat ini masyarakat sudah mampu untuk membeli dan memiliki kendaraan pribadi.
Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang, dimana dalam negara ini banyak dilakukan kegiatan-kegatan ekonomi dalam pembangunannya. Agar tercapainya tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki peran yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa. Selain itu transportasi juga berperan sebagai penggerak, penunjang serta pendorong bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasilhasilnya.[2]
Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, masyarakat menempatkan transportasi sebagai sarana yang sangat penting dalam menunjang aktivitas kesehariannya, berupa sepeda motor, mobil penumpang, mobil barang, dan lain-lain, hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh tanah air bahkan dari dan ke luar negeri.[3]
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, mengakibatkan manusia dapat hidup lebih mudah. Akan tetapi di sisi lain terdapat pengaruh tertentu yang mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap ketentraman kehidupan manusia. Maraknya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi, terkadang menjadikan manusia lupa diri akan keselamatannya, hal bisa saja terjadi, karena dalam pelaksanaannya atau kenyataannya sering kali ditemui bahwa fungsi atau kegunaan alat transportasi tidak sesuai dengan peruntukannya. Penyebabnya berkisar pada faktor-faktor seperti pengemudi maupun pemakai jalan yang lainnya, kondisi jalan yang kurang baik, kendaraan yang tidak memenuhi syarat, rambu-rambu lalu lintas yang tidak dipatuhi, ataupun juga yang disebabkan oleh penggunaan angkutan barang seperti mobil bak terbuka yang digunakan untuk mengangkut orang yang mana penggunaannya tidak memenuhi faktor keselamatan. Kenyataan yang menunjukkan betapa banyaknya kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari yang mengakibatkan nyawa melayang, cidera dan kerugian secara material. Menurut UULLAJ pasal 229 ayat 5 ada tiga faktor penyebab kecelakaan, yaitu:
a. kelalaian pengguna jalan.
b. ketidaklaikan kendaraan.
c. ketidaklaiakan jalan dan/atau lingkungan.[4]
            Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada 2015, jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 98,9 ribu kasus. Angka ini meningkat 3,19 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 95,5 ribu kasus. Jumlah kecelakaan lalu lintsas dalam 10 tahun terakhir mengalami fluktuasi, peningkatan paling tinggi terjadi pada 2011, yakni mencapai 108 ribu kasus. Padahal, pada 2010 hanya terjadi 66,5 ribu kasus. Sedangkan kasus yang paling banyak terjadi pada 2012 dengan 117,9 ribu kasus.[5]
Adapun faktor penyebab terjadinya kecelakaan yang sering terjadi atau mendominasi yaitu faktor kelalaian manusia itu sendiri sebagai pengguna jalan. Manusia dalam hal ini sebagai pelaku utama yang senantiasa mematuhi bahkan melanggar aturan yang ada, hal ini tergantung daripada kesadaran dan ketaatan hukum setiap manusia yang berbeda-beda. Faktor lain penyebab terjadinya kecelakaan adalah jalan raya yang tidak layak, faktor alam, dan kondisi kendaraan, maka dari itu diperlukan adanya peningkatan kesadaran dalam berlalu lintas yang baik dan tertib, terutama di kalangan usia produktif yang rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Peningkatan kesadaran hukum dalam berlalu lintas merupakan konsep pemikiran timbal balik antara pengguna jalan di jalan-jalan umum yang dipertemukan oleh suatu kepentingan bersama yang diatur atas dasar nilai dan norma-norma peraturan dan sopan santun lalu lintas di jalanan.[6]
Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas yang terlalu sering menjadi penyebab kecelakaan adalah faktor kelalaian manusia atau faktor pengguna jalan menjadi faktor utama penyebab tingginya kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, diperlukannya kesadaran berlalu lintas yang baik dan tertib bagi masyarakat, terutama kalangan usia produktif yang rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Di aturnya UULLAJ dengan tujuan adanya Undang-Undang ini diselenggarakan dengan tujuan yang tertuang di pasal 3 yang menyatakan:
1. “terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
3. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.[7]
Adapun yang menyangkut dengan penggunaan mobil barang pun juga sudah di atur dalam UULLAJ yakni: Pasal 137 ayat 4, Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
a. Rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
b. Untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
            Pelanggaran suatu hukum terhadap ketertiban dalam berlalu lintas sebenarnya merupakan suatu penghambat dalam mewujudkan kelancaran dan keselamatan dalam berlalu lintas, demikian pelanggaran berlalu lintas menjadi hal yang wajar dalam masyarakat dikarenakan beberapa hal seperti tidak mengetahui tentang aturan berlalu lintas yang telah dibuat serta kepribadian yang tidak taat terhadap aturan yang berlaku.
            Ketentuan pidana tentang pelanggaran mobil bak terbuka ini telah diatur dalam Pasal 303 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam dalam pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.[8]
            Pasal 137 ayat (4) menyebutkan bahwa mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang. Pada permasalahan ini pengecualian yang dimaksud pada Pasal 137 ayat (4) pada huruf a, huruf b, dan huruf c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan berbunyi:
2. Huruf b, untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Republik Indonesia atau.
3. Huruf c, kepentingan lain berdasarkan kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.[9]
Berdasarkan hukum pidana dalam kehidupan manusia, ada perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh manusia karena bertentangan dengan :
1. Hak Asasi Manusia atau dapat disebut HAM yaitu adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk “Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. Kepentingan masyarakat umum atau kepentingan sosial, yaitu adalah kepentingan yang lazim terjadi dalam perspektif pergaulan hidup antar manusia sebagai insan yang merdeka dan dilindungi oleh norma-norma moral, agama , sosial (norma etika) serta hukum.
3. Kepentingan pemerintahan dan Negara, yaitu adalah kepentingan yang muncul dan berkembang dalam rangka penyelenggaraan kehidupan pemerintah serta kehidupan bernegara demi tega dan berwibawanya Negara Indonesia, baik bagi rakyat Indonesia maupun dalam pergaulan dunia.[10]
            Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran warga masyarakat terhadap hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhannya terhadap hukum juga tidak tinggi. Dengan kata lain, kesadaran hukum menyangkut masalah, apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat.[11]
            Memang ada beberapa pengguna jalan cenderung menonjolkan egoisme mereka, sehingga kepentingan yang lain kurang diperhatikan, karena egoisme ini yang menyebabkan menurunnya kesadaran diri bahwa dirinya merupakan temasuk dalam bagian keseluruhan keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan dan mengganggu hak pengguna jalan yang lain. Penurunan kesadaran diri tersebut tercermin dalam peningkatan pelanggaran lalu lintas dan mengabaikan etika serta sopan santun dalam berlalu lintas. Seperti halnya penggunaan mobil barang yang mengangkut orang di daerah jombang.
           
Rumusan Masalah
(1)   Apakah faktor mempengaruhi atas penggunaan mobil barang untuk angkutan orang di Kabupaten Jombang?
(2)   Bagaimana pengunaan mobil barang menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 pasal 137 ayat (4) terhadap masyarakat di Kabupaten Jombang?
(3)   Bagaimana upaya menanggulangi penggunaan mobil barang yang tidak digunakan sesuai peruntuntukannya?
B.  KAJIAN KEPUSTAKAAN
Teori Kesadaran Hukum
Memang juga tidak semua orang melakukan pelanggaran terhadapa suatu hukum, tetapi ketika suatu aturan hukum atau perundang-undangan dianggap tidak efektif berlakunya apabila jika sebagian besar warga masyarakat tidak menaatinya.[12]
Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara keseluruhan, maupun dari kalangan penegak hukum.
Achmad Ali berpendapat, kesadaran hukum ada dua macam yaitu:
a. Kesadaran hukum positif, identik dengan „ketaatan hukum.
b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan „ketidaktaatan hukum.[13]
Pendapat di atas tidak bertentangan dengan rumusan Ewick dan Sibey tentang legal consciousness (kesadaran hukum) yang mengatakan bahwa “The term legal consciousness is used by social scientists to refer to the ways in which people make sense of law and legal institutions, that is, the understandings which give meaning to peoples experiences and actions”. [14]
Yang mana menurut Ewick dan Silbey yang dikutip oleh Achmad Ali yaitu “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenanya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai perilaku’’. Dan bukan ‘’hukum sebagai aturan, norma, atau asas’’[15].
Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengolahanya. Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas. Angkutan jalan adalah perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan diruang lalu lintas[16].
Ada empat indikator yang membentuk kesadaran hukum yang secara berurutan yaitu:
1. Pengetahuan Hukum
Dalam hal ini, merupakan pengetahuan seseorang berkenaan dengan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum tertulis, yakni tentang apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan.
2. Pemahaman Hukum
Yang dimaksud adalah bahwa sejumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai isi dari aturan hukum (tertulis), yakni mengenai isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan tersebut.
3. Sikap Hukum (legal Attitude)
Merupakan suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak hukum karena adanya penghargaan atau keinsafan bahwa hukum tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini, sudah ada elemen apresiasi terhadap aturan hukum.
4. Pola Perilaku Manusia
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.[17]Yang dimaksud adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh mana berlakunya itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.[18]
Berikut adlah kerangka konseptual:
1. Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi diangap mengikat, yang dilakukan oleh Penguasa atau Pemerintah.[19] Hukum juga diartikan dengan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan[20].
2. Penegakan hukum adalah tindakan untuk mencapai keadilan dan kebenaran.[21]
3. Pelanggaran adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang oleh Undang-Undang pidana ditentukan lebih ringan pidananya dari pada kejahatan.[22]
4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, serta Pengelolaanya.[23] Atau juga prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.[24]
5. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.[25]
6. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan mengunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.[26]
7. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan di atas rel.[27]
8. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan bermotor yang di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi.[28]
19. Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan.[29]
10. Mobil Penumpang adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.[30]
11. Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.[31]
12. Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.[32]
14. Massal adalah mengikut sertakan atau melibatkan orang banyak.[33]
15. Mobil Pick Up, Pick-up atau Pickup (Bahasa Inggris: Pickup truck) adalah kendaraan truk ringan yang memiliki kabin tertutup dan bak terbuka dibelakang untuk membawa barang bawaan atau kargo.[1] Kendaraan ini biasanya digunakan untuk keperluan komersial/niaga dan biasa digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan antar-jemput barang atau muatan.[34]
16. Truk adalah sebuah kendaraan bermotor untuk mengangkut barang, disebut juga sebagai mobil barang. Dalam bentuk yang kecil mobil barang disebut sebagai pick-up, sedangkan bentuk lebih besar dengan 3 sumbu, 1 di depan, dan tandem di belakang disebut sebagai truk tronton, sedang yang digunakan untuk angkutan peti kemas dalam bentuk tempelan disebut sebagai truk trailer. Juga ada jenis truk tangki yang berguna untuk mengangkut cairan seperti BBM dan lainnya.[35]
17. Kendaraan atau angkutan atau wahana adalah alat transportasi, baik yang digerakkan oleh mesin maupun oleh makhluk hidup.[36]
            Dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 137 Ayat (4) tentang larangan menggunakan mobil bak terbuka untuk mengangjut orang yang juga dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan:[37]
1) Pasal 1 ayat (7)
”Mobil barang adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang”.
2) Pasal 3 ayat (1)
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berdasarkan jenis dikelompokkan ke dalam: a. Sepeda Motor; b. Mobil Penumpang; c. Mobil Bus; d. Mobil Barang; dan e. Kendaraan khusus.
3) Pasal 61 ayat (4)
”Mobil Barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf d digunakan untuk mengangkut barang”.

C.  METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah penelitian Hukum yuridis sosiologis dengan pendekatan kualitatif yakni salah satu cara analisis hasil penelitian yangmenghasilkan data deskriptif. Informan dalam penelitian ini adalah pengguna mobil barang. Jenis data dalam penelitian ini adalah melalui observasi non partisipan yakni peneliti sebagai pengamat penuh. Metode analisis data yakni bersifat deskriftif, bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subyek dan obyek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan.

D.  PAPARAN DAN ANALISIS DATA
Di kabupaten Jombang penggunaan mobil bak terbuka (pick up atau truk) digunakan untuk mengangkut orang memang sudah menjadi suatu kebiasaan yang memang pada saat ini masih dilakukan. Mereka suka berbondong-bondong atau beramai-ramai ketika menumpangi kendaraan mobil bak terbuka (pick-up atau truk) misalnya digunakan untuk alat transportasi ketika ingin menonton pertandingan sepak bola. Berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 137 Ayat (4) yang menjelaskan bahwa mobil barang dilarang untuk mengangkut orang, kecuali:
1. Huruf a, rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
2. Huruf b, untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Republik Indonesia atau.
3. Huruf c, kepentingan lain berdasarkan kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
Kebanyakan masyarakat yang berada di Kabupaten Jombang khususnya desa janti kecamatan Jogoroto ini memang sudah menjadi hal yang biasa dan menjadi suatu yang dipandang umum yang seringkali kerap dilakukan oleh masyarakat setempat. Namun sepertinya bukan hanya di Kabupaten Jombang saja yang kerap melakukan aktivitas yang seperti ini. Mobil bak terbuka (pick up atau truk) memang memiliki ukuran dan kapasitas yang lebih dibandingkan dengan mobil angkot. Dan juga mobil bak terbuka (pick up atau truk) memiliki tarif yang lebih murah dibandingkan dengan mobil angkot apabila digunakan untuk menampung orang banyak. Maka dari itulah mobil bak terbuka (pick up atau truk) banyak diminati oleh masyarakat Desa Janti di Kabupaten Jombang ini. Diakrenakan juga faktor bepergian yang dilakukan dengan beramai-ramai ditambah dengan biaya yang murah dengan daya tamping yang lebih bayak maka mobil bak terbuka (pick up atau truk) menjadi piliha untuk sarana bepergian.
Gambar pelanggaran larangan bahwa mobil bak terbuka (pick up atau truk) tidak digunakan untuk mengangkut orang



Kesadaran akan hukum adalah unsur yang menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di dalam masyarakat. Dalam kasus ini dalah kurangnya kesadaran atau kepatuhan hukum yang telah ada yaitu tentang larangan mobil bak terbuka digunakan untuk mengangkut orang. Kerap terjadinya pelanggaran hal seperti ini memang dianggap sebagai rendahnya kesadaran hukum.
Banyak di antara masyarakat yang sesungguhnya telah sadar akan pentingnya hukum dan menghormati hukum sebagai aturan yang perlu dipatuhi, baik itu karena dorongan insting maupun secara rasional. Namun secara faktual, kesadaran tersebut tidak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam praktek yang nyata.
            Sistem transportasi terdapat persoalan mendasar yaitu mengenai keseimbangan antara prasarana transportasi yang disediakan dengan besarnya kebutuhan akan pergerakan, mengingat banyaknya penduduk yang dapat mempengaruhi akan kebutuhan jasa angkutan tersebut. Adanya kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum serta nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan dan menjamin terciptanya suasana masyarakat pemakai jalan yang tertib, aman, dan nyaman.
            Dengan demikian  kesadaran hukum yang rendah didasarkan pada ketaatan atau kepatuhan hukum yang menunjukan prilaku nyata seseorang yang tidak  sesuai dengan hukum yang berlaku. Berkaitan dengan kesdaran hukum yang rendah tentang larangan menggunakan mobil bak terbuka (puick up atau truk) untuk mengangkut orang, maka ada hal yang harus dilakukan untuk mencegah adanya pelanggaran yang terjadi yaitu melalui:
1). Mengetahui peraturan yang berlaku
Setelah peraturan perundang-undangan disahkan, maka sejak saat itulah masyarakat dianggap mengetahui adanya suatu aturan hukum, akan tetapi pada kenyataanya masyarakat Enrekang masih banyak yang belum mengetahui. Yang  menunjukan bahwa budaya hukum masyarakat desa Janti Kab. Jombang yang kurang mengetahui terhadap suatu aturan hukum yang dalam hal ini mengenai larangan menggunakan mobil bak terbuka (puick up atau truk) untuk mengangkut orang.
2). Memahami aturan yang telah ditetapkan
Masyarakat tidak cukup hanya mengetahui aturan, akan tetapi juga harus memahami isi dari aturan tersebut, seperti tujuan dan manfaat dikeluarkanya peraturan tersebut.
3). Menaati peraturan yang berlaku
Setelah mengetahui dan memahami, masyarakat diharapkan mampu mewujudkan pemahaman tersebut melalui prilaku berupa ketaatan dalam berprilaku lalu lintas dalam hal larangan menggunakan mobil bak terbuka (puick up atau truk) untuk mengangkut orang.

E.   KESIMPULAN
            Dari paparan diatas dapat disimpulakan bahwa mengenai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 137 Ayat (4) mengenai larangan menggunakan mobil bak terbuka (puick up atau truk) untuk mengangkut orang masih kerap dilakukan masyarakat di Desa Janti Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang karena faktor rendahnya kesadaran hukum tentang hal ini, juga faktor yang mempengaruhi penggunakan mobil bak terbuka (puick up atau truk) untuk mengangkut orang yaitu murahnya biaya dengan daya tampung yang lebih banyak. Upaya untuk mengatasi hambatan seharusnya pemerintah ikut serta dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran mobil bak terbuka sebagai angkutan massal yaitu dengan, 1. Mengetahui peraturan yang berlaku, 2. Memahami aturan yang telah ditetapkan, 3. Menataati peraturan yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA
1.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Kansil C.S.T. dan Christine S.T.Kansil, Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya. Rineka Cipta, Jakarta: 1995.
3. Hartini Rahayu. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Citra Mentari. Malang: 2012.
4. Pasal 229 ayat (5), Undang-UndangNegara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/05/24/berapa-jumlah-kecelakaan-lalu-lintas-di-indonesia  diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 10.35 WIB.
6. Nuning Ramadlon. Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas. PT. Bina Ilmu. Surabaya: 1983.
7. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
8. Bisri Ilham. SistemHukum Indonesia (Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia). PT RajaGrafindo Persada. Jakarta: 2014.
9. Soekanto Soerjono dan Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakak. Rajawali. Jakarta: 1987.
10. Ali Achmad. Menguak Teori Hukum( Legal Theory) dan teori peradilan (judiclalprudence). Kencana Pranada Media Grup. Jakarta: 2009.
11. Fuady Munir. Sosiologi Hukum Kontemporer. PT Citra Aditya Bakti. Bandung : 2007.
12. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Phonix. Jakarta: 2007.
13. Hamzah Andi. Teminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta: 2008.
14. https://id.wikipedia.org/wiki/Pick_Up_(mobil) diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 10.30 WIB.
15. https://id.wikipedia.org/wiki/Truk diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 10.35 WIB.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012
17. https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 10.35 WIB.
18. https://id.wikipedia.org/wiki/Lalu_lintas diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 10.35 WIB.
19. https://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 11.05 WIB.
20. https://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 11.10 WIB.




[1] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[2] C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya. Rineka Cipta, Jakarta: 1995. Hal. 3.
[3] Rahayu Hartini. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Citra Mentari. Malang: 2012. Hal. 153.
[6] Ramadlon Nuning. Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas. PT. Bina Ilmu. Surabaya: 1983.Hal. 61.
[7] Pasal 3, Undang-UndangNegara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[8]   Pasal 303, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[9] Pasal 137 ayat (4), Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[10] Ilham Bisri, SistemHukum Indonesia (Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia). PT RajaGrafindo Persada. Jakarta: 2014. Hal. 40.
[11] Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakak. Rajawali. Jakarta: 1987. hlm. 215.
[14] Ibid. Achmad Ali. Hal. 298.
[15] Ibid. Achmad Ali. Hal. 299
[16] Pasal 1 angka 1, angka 2 dan 11 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[17] https://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 11.10 WIB.
[18] Munir Fuady. Sosiologi Hukum Kontemporer. PT Citra Aditya Bakti. Bandung : 2007. Hal. 77.
[19] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Phonix. Jakarta: 2007. Hal. 369.
[20] https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum. diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 11.05 WIB.
[21] Andi Hamzah, Teminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta: 2008, hlm. 76.
[22] Ibid. hal. 95.
[23] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[24] https://id.wikipedia.org/wiki/Lalu_lintas.
[25] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[26] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
[27] Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[28] Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[29] Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[30] Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan.
[31] Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan.
[32] Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
[33] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta: 2003. Hal. 162.
[36] https://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan diakses pada kamis 14 des 2017. Pukul 11.05 WIB.
[37] Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012

Comments